meron tradisi mauludan di bumi lereng kendeng di sukolilo Pati,banyak versi yang beredar di masyarakat yang di lestarikan dengan cerita dari anak ke anak,.
meron menurut wiki adalah
Meron adalah tradisi memperingati kelahiran nabi Muhammad SAW juga berlangsung di kecamatan Sukolilo, 27 km arah selatan Pati.[1]. Upacara ini ditandai dengan arak-arakan nasi tumpeng yang menurut masyarakat setempat disebut Meron.[1] Nasi tumpeng tersebut dibawa ke masjid Sukolilo sebagai kelengkapan upacara selamatan.[1] Prosesi Meron tersebut diikuti oleh aneka ragam kesenian tradisional setempat.[1] Setelah upacara selamatan selesai, nasi Meron kemudian dibagikan kepada seluruh pengunjung.[1]
Asal-usul tradisi meron
Pati dan Mataram mempunyai hubungan kekerabatan yang baik.[2] Mereka sepakat mengembangkan Islam yang subur dan menentang setiap pengaruh kekuasaan asing.[2] Banyak pendekar sakti mataram yang didatangkan ke Pati untuk melatih keprajuritan.[2] Karena itu mereka harus tinggal berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun di Pati.[2] Ada seseorang bernama Ki Suta Kerta yang menjadi demang Sukolilo.[2] Meskipun ayah dan kakeknya berasal dari Mataram dia belum pernah mengenal bumi leluhurnya.[2] Tapi dia bersukur tinggal di Pesantenan karena kotanya juga makmur.[2] Sebaliknya saudara Ki Suta yang bernama Sura Kadam ingin berbakti pada Mataram.[2] Diapun pergi ke Mataram, ketika sedang bersiap menghadap Sultan, ada keributan.[2] Ada seekor gajah mengamuk dan telah menewaskan penggembalanya.[2] Sura Kadam pun berusaha mengatasi keadaan.[2] Dia berhasil menjinakkan gajah dan menunggaginya, dia diangkat menjadi punggawa Mataram yang bertugas mengurus gajah.[2] Suatu hari Sura Kadam bertugas memimpin pasukan Mataram menaklukkan Kadipaten Pati.[2] Setelah perang usai Sura Kadam pun menjenguk sudaranya di kademangan Sukalilo.[2] Demang Sura Kerta terkejut dan ketakutan.[2] Dia takut ditangkap dan diringkus.[2] Sura Kadam mengetahui hal itu dan menjelaskan bahwa maksud kedatangannya adalah untuk menyambung tali persaudaraan dan dia sudah membaktikan diri pada Mataram.[2] Dia minta izin supaya para prajurit diijinkan menginap di kademangan Sukolilo sambil menunggu saat yang tepat untuk kembali ke Mataram.[2] Sura Kadampun mengusulkan supaya mengadakan acara semacam sekaten untuk menghormati Maulud Nabi dan memberi hiburan pada rakyat.[2] Kemudian mereka membuat gelanggang keramaian seperti sekaten.[2] Rakyat menyambutnya dengan gembira. Karena itulah keramaian itu disebut meron yang berasal dari bahasa jawa rame dan iron-tiron-tiruan.Dalam arak-arakan acara tersebut, diiring beberapa gunungan yang sangat khas, karena terbagi menjadi tiga bagian.
- Bagian teratas adalah mustaka yang berbentuk lingkaran bunga aneka warna berisi ayam jago atau masjid. Ayam jago menyimbolkan semangat keprajuritan, masjid merupakan semangat keislaman, dan bunga simbol persaudaraan.
- Bagian kedua gunungan itu terbuat dari roncean atau rangkaian ampyang atau kerupuk aneka warna berbahan baku tepung dan cucur atau kue tradisional berbahan baku campuran tepung terigu dan tepung. Ampyang melambangkan tameng atau perisai prajurit dan cucur lambang tekad manunggal atau persatuan.
- Adapun bagian ketiga atau bawah gunungan disebut ancak atau penopang. Ancak itu terdiri ancak atas yang menyimbolkan iman, ancak tengah simbol islam, dan ancak ba wah simbol ikhsan atau kebaikan.
Gambara bukan milik penulis hasil comot dari fb dan cah dalingan blog
ada hal yang menjadi pertanyaan kenapa di pati selatan banyak makam atau orang yg mendirikan desa berasal dari daerah mataram?why...
ada kisah di bahwa dulu pati itu berperang dengan mataram dan pati sulit untuk di taklukan makan untuk menak lukan pati bayak orang prajurit mataram yang mencoba untuk mengepung pati tentusaja mengepungnya di daearah selatan yg asumsinya saat itu masih berhutan lebat agar tidak konagan (di ketahui) karena lama akirnya mereka membuat perdukuan perdukuan dan beranak pinak juga,.bukti banyak punden desa yangberasal dari mataram orang mataram.
seelah lama pasti muncul rasa kangen tanah kelahiran untuk mengobati rasa kanget itulah di bikin acara mirip sekatenan persis seperti di mataram waktu dan saatnya sama saat kelahiran sang nabi besar.agar tidak mencolok makan acara nya di reko di modif sedemikian rupa agar tidak di curigai penguasa pati makan hadirlah meron sukuran bersukacita seperti saat ini
ini hanya kesimpulan saja kalau ada yg kurang bener memang :D anggaplah penulis hanya mengarang amburadul :D
+ komentar + 3 komentar
Cerita ini salah semua, saya keturunan langsung dari Eyang Suroyudo yang membuat tradisi meron di Pati. Jadi saya tau persis sejarah yg sebenarnya. Tolong klu tidak tau jangan mengarang sejarah seenaknya. Pertanggung jawabannya gimana ini?!
monggo di koreksi cerita sebenarnya
Post a Comment